Jumat, 26 April 2013
Sungguh para ‘ulama memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi
Allah subhanahu wata’ala. Sangat banyak pujian dan sanjungan terhadap
mereka dalam Al-Qur’an. Di antaranya firman Allah :
((إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ)) فاطر: ٢٨
“Hanyalah yang memiliki khasy-yah (takut) kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya adalah para ‘ulama.” [Fathir : 28]
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan : Yakni, hanya yang
khasy-yah terhadap-Nya dengan sebenarnya adalah para ‘ulama yang
mengenal-Nya / berilmu tentang-Nya. Karena setiap kali ma’rifah
(pengenalan) terhadap Dzat yang Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Berilmu,
yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan dan nama-nama yang indah, bila
ma’rifah terhadap-Nya semakian sempurna dan ilmu tentang-Nya makin
lengkap, maka makin bertambah besar dan bertambah banyak pula khasy-yah
terhadap-Nya.”
Asy-Syaikh Al-Mufassir ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah
menjelaskan dalam Tafsir-nya : “Maka setiap orang yang makin berilmu
tentang Allah, maka dia akan semakin besar sifat khasy-yah (takut)
terhadap-Nya. Maka sifat khasy-yah tersebut mendorongnya untuk menjauh
dari segala kemaksiatan, dan sebaliknya mendorongnya untuk bersiap-siap
menyongsong pertemuan dengan Dzat yang ia takut terhadap-Nya. Ini
merupakan dalil atas keutamaan ilmu. Sesungguhnya ilmu mengantarkan
untuk khasy-yah (takut) terhadap Allah. Seorang yang memiliki sifat
khasy-yah terhadap-Nya adalah orang yang berhak mendapat kemuliaan
dari-Nya. Sebagaimana firman-Nya : “Allah ridha terhadap mereka dan
merekapun ridha terhadap-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi
orang yang khasy-yah (takut) kepada Rabbnya.” [Al-Bayyinah : 8]
Sungguh
para ‘ulama merupakan pelita bagi umat. Keberadaan mereka sangat
penting dalam membimbing dan mengarahkan umat ini ke jalan hidayah,
dengan berpedoman kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah berdasarkan pemahaman
para generasi as-salafush shalih. Mereka adalah orang-orang terpercaya,
pewaris para Nabi, yang mengemban tugas besar menjaga agama ini dari
berbagai penyelewengan dan penyimpangan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
Sungguh kepergian mereka merupakan musibah besar bagi umat ini. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ
الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ؛ حَتَّى
إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً،
فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا.
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan serta merta
mencabutnya dari hati manusia. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan
cara mewafatkan para ‘ulama. Kalau Allah tidak lagi menyisakan seorang
‘ulama pun, maka manusia akan menjadikan pimpinan-pimpinan yang bodoh.
Kemudian para pimpinan bodoh tersebut akan ditanya dan mereka pun
berfatwa tanpa ilmu. Akhirnya mereka sesat dan menyesatkan. [Al-Bukhari
(100, 7307); Muslim (2673)]
Innalillah wa inna ilaihi raji’un. kaum muslimin di daerah Kabupaten
Tegal kehilangan ‘ulama yaitu : Kyai Imron Ahmadi sang penulis kitab
Tilawaati metode membaca Al-qur’an. Sungguh umat ini terpukul berat dan
sangat merasa kehilangan atas meninggalnya ‘ulama tersebut. Karena
meninggalnya berarti hilangnya ilmu. semoga Allah mengampuni dosa
beliau, merahmati beliau, dan meninggikan kedudukan beliau, serta
memasukkan beliau ke jannah-Nya. Allahul Musta’an wa ilaihil Musytaka.
INNALILLAH WA INNA ILAIHI RAJI’UN …
((الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ))البقرة: ١٥٦
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn” [Al-Baqarah : 156]
((قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا
وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ)) التوبة: ٥١
“Katakanlah: ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang
telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya
kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” [At-Taubah :
56]
Maka kita mengatakan seperti yang dikatakan oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam ketika wafatnya putra beliau :
تَدْمَعُ الْعَيْنُ، وَيَحْزَنُ الْقَلْبُ، وَلاَ نَقُولُ إِلاَّ مَا
يَرْضَى رَبُّنَا، وَاللهِ يَا إِبْرَاهِيمُ إِنَّا بِكَ لَمَحْزُونُونَ
” AIR MATA BERLINANG,
HATI PUN BERSEDIH,
NAMUN KAMI TIDAK AKAN MENGATAKAN KECUALI APA YANG DIRIDHAI OLEH RABB KAMI
DEMI ALLAH, WAHAI IBRAHIM, KAMI SANGAT BERSEDIH DENGAN (KEPERGIAN)MU ”
HATI PUN BERSEDIH,
NAMUN KAMI TIDAK AKAN MENGATAKAN KECUALI APA YANG DIRIDHAI OLEH RABB KAMI
DEMI ALLAH, WAHAI IBRAHIM, KAMI SANGAT BERSEDIH DENGAN (KEPERGIAN)MU ”
[HR. Al-Bukhari (1303) Muslim (2315) ]
Ya Allah, … Rahmatilah para ‘ulama ahlus sunnah. Tempatkanlah mereka
di jannah-Mu yang tinggi, bersama para nabi, para shiddiqin, para
syuhada, dan para shalihin.
Al-Imam ‘Aun bin ‘Abdillah berkata : “Barangsiapa yang meninggal di
atas Islam dan Sunnah, sungguh baginya berita gembira dengan segala
kebaikan.” (Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah (60)).
Al-Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh juga mengatakan : “Sungguh beruntung bagi barangsiapa yang meninggal di atas Islam dan Sunnah.”
Al-Imam Ayyub As-Sakhtiyani mengatakan : “Sungguh ketika sampai
kepadaku (berita) kematian seorang dari Ahlus Sunnah, maka seakan-akan
hilanglah satu anggota tubuhku.”
Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata : “Tidak akan
datang suatu masa atas kalian melainkan masa yang akan datang tersebut
lebih buruk daripada masa sebelumnya hingga datangnya Hari Kiamat.
Maksud saya bukanlah kelapangan hidup yang diterimanya atau harta yang
didapatnya (lebih sedikit). Akan tetapi maksud saya adalah masa yang
akan datang itu lebih sedikit ilmunya daripada masa yang telah berlalu.
Apabila ‘ulama telah pergi dan semua manusia merasa sama rata, akibatnya
tidak ada lagi yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
munkar. Saat itulah mereka binasa.”
Diriwayatkan dari jalur Asy-Sya’bi, dari Masruq dari Ibnu Mas’ud,
bahwa beliau berkata : “Tidaklah datang suatu masa melainkan pasti lebih
buruk daripada masa sebelumnya. Maksud saya bukanlah seorang amir lebih
baik daripada amir lainnya, bukan pula suatu tahun lebih baik daripada
tahun lainnya. Namun maksud saya adalah perginya para ‘ulama dan ahli
fiqh, kemudian kalian tidak menemukan penggantinya. Lalu datanglah suatu
kaum yang berfatwa atas dasar logika mereka.” [Fathul Bari, syarh
hadits no. 7068]
Diriwayatkan dari Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah, beliau
berkata : “Para ‘ulama Salaf mengatakan : “Kematian seorang ‘ulama
adalah cela dalam tubuh Islam. Tidak mungkin ditambal dengan apapun
sepanjang zaman.” [Ad-Darimi (324)]
Diriwayatkan dari Hilal bin Khabbab rahimahullah, dia berkata : Saya
bertanya kepada Sa’id bin Jubair : “Wahai Abu Abdillah, apakah tanda
kehancuran manusia?” Beliau menjawab : “Apabila ‘ulama-’ulama mereka
telah wafat.” [Ad-Darimi (251)]
Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu mengingatkan dan menasehatkan :
عليكم بالعلم قبل أن يرفع، ورفعه هلاك العلماء، فوالذي نفسي بيده ليودن
رجال قتلوا في سبيل الله شهداء أن يبعثهم الله علماء لما يرون من كرامتهم،
وإن أحدا لم يولد عالما، وإنما العلم بالتعلم
“Wajib atas kalian untuk menuntut ilmu, sebelum ilmu tersebut
dihilangkan. Hilangnya ilmu adalah dengan wafatnya para ‘ulama. Demi
Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh orang-orang yang terbunuh di
jalan Allah sebagai syuhada, mereka sangat menginginkan agar Allah
membangkitkan mereka dengan kedudukan seperti kedudukannya para ‘ulama,
karena mereka melihat begitu besarnya kemuliaan para ‘ulama. Sungguh
tidak ada seorang pun yang dilahirkan dalam keadaan sudah berilmu. Ilmu
itu tidak lain didapat dengan cara belajar.” [lihat Al-’Imu Ibnu Qayyim,
no. 94].